Pada suatu proses hukum di pengadilan, dokumen bukti memegang peranan penting untuk menguatkan argumen dari pihak yang bersengketa. Namun, tidak semua jenis dokumen bukti dapat diterima di pengadilan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenal jenis-jenis dokumen bukti yang diterima di pengadilan.
Menurut pakar hukum, dokumen bukti yang diterima di pengadilan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, SH, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata”. Menurut beliau, dokumen bukti yang diterima di pengadilan haruslah sah, relevan, dan tidak bertentangan dengan hukum.
Salah satu jenis dokumen bukti yang sering diterima di pengadilan adalah surat perjanjian. Surat perjanjian merupakan dokumen tertulis yang berisi kesepakatan antara dua pihak. Menurut UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, surat perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dapat dijadikan bukti di pengadilan.
Selain surat perjanjian, dokumen bukti lain yang sering diterima di pengadilan adalah kwitansi atau tanda terima. Kwitansi merupakan bukti pembayaran yang sah dan dapat dijadikan alat bukti di pengadilan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Peradilan Umum, kwitansi yang memuat informasi yang jelas dan lengkap dapat dijadikan bukti di pengadilan.
Namun, tidak semua dokumen bukti dapat diterima di pengadilan. Menurut Pasal 164 HIR, dokumen bukti yang diterima di pengadilan haruslah memenuhi syarat formil dan materil. Syarat formil meliputi keabsahan materi dokumen bukti, sedangkan syarat materil meliputi kewajaran isi dokumen bukti.
Dengan mengenal jenis-jenis dokumen bukti yang diterima di pengadilan, kita dapat mempersiapkan bukti yang kuat untuk memperkuat argumen kita di persidangan. Sehingga, proses hukum dapat berjalan dengan lancar dan adil bagi kedua belah pihak.